Bagi seseorang muslim yang menyadari hakikat kehidupannya, akan
senantiasa menjaga hati dari tipuan hawa nafsu yang menjerumuskan. Nafsu
adalah kecenderungan tabiat yang dirasa cocok. Kecenderungan ini
merupakan suatu bentuk ciptaan Allah yang ada dalam diri manusia,
sebagai urgensi keberlangsungan hidupnya. Karenanyalah manusia memiliki
keinginan untuk makan, minum, dan menikah.
Nafsu dapat mendorong kepada sesuatu yang dikehendakinya. Ia akan berada
pada jalur yang benar manakala dikendalikan . Namun sebaliknya, ia akan
menghancurkan manusia jika nafsu yang mengendalikannya. Celaan terhadap
nafsu datang ketika berlebih-lebihan dalam dua sikap ini, yakni yang
melebihi sikap mendatangkan manfaat dan menolak mudhorot. Orang yang
menuruti nafsu, syahwat dan rasa benci biasanya tidak konsisten pada
batasan yang bermanfaat baginy, jarang ada orang yang bisa bersikap adil
dengannya.
Allah tidak pernah menyebutkan nafsu di dalam kitabNya
melainkan mencelanya. Begitupula tidak ada sebutan nafsu dalam sunnah
melainkan dalam keadaan tercela, kecuali yang memang ada pembatasan,
seperti sabda Rasulullah saw:
“Laa yu’minu ahadakum hatta yakuuna hawaahu taba’an lima ji’tu bihi.”
(Tidaklah seseorang diantara kalian beriman sehingga nafsunya mengikuti
apa yang kubawa.)
Orang yang sudah dewasa akan diuji dengan hawa nafsu. Setiap saat akan
muncul kondisi yang menciptakan dua hakim pada dirinya, yaitu hakim akal
dan hakim agama. Dia diperintahkan agar senantiasa melaporkan
kasus-kasus nafsu kepada dua hakim ini dan patuh terhadap keputusannya.
Dia harus berusaha melatih diri menyingkirkan hawa nafsu yang tidak
baik akibatnya, agar dikemudian hari tidak mendapat kesengsaraan.
Jika
kita memperhatikan tujuh golongan orang-orang yang mendapatkan
perlindungan arsy Allah pada hari yang tiada perlindungan selain
perlindungan-Nya, maka kita mendapatkan bahwa itu adalah hadiah karena
menentang hawa nafsunya. Pemimpin yang memegang tampuk kekuasaan tidak
mungkin bisa berbuat adil kecuali dengan menentang nafsunya.
Pemuda
yang mementingkan ibadah kepada Allah semasa mudanya tidak akan mampu
andaikan ia tidak menentang nafsunya. Orang yang hatinya bergantung pada
masjid-masjid, bisa seperti itu karena dia menentang nafsu yang hendak
menyeretnya kepada berbagai macam kenikmatan. Orang yang mengeluarkan
shodaqohnya, andaikan ia tidak menentang nafsunya tentu tidak akan mampu
berbuat seperti itu.
Orang yang diajak wanita yang cantik dan terpandang, lalu dia takut
kepada Allah dan menentang nafsunya dan orang yang mengingat Allah dalam
keadaan sendirian, hingga kedua matanya meneteskan airmata mampu
berbuat seperti itu kecuali dia menentang hawa nafsunya. Mereka tidak
mengenal panas, siksaan dan kesulitan pada hari kiamat.
Untuk
selamat dari jeratan hawa nafsu, seorang hamba harus dengan sepenuh hati
bersungguh-sungguh melawan hasrat buruknya. Dengan taufik Allah, ia
akan selamat darinya seraya mencermati langkah-langkah pengendalian
berikut :
1. MENYADARI BAHWA NAFSU ADALAH DINDING PAGAR YANG MENGITARI JAHANNAM.
Barang siapa yang terseret ke dalam nafsu, berarti dia terseret ke dalam neraka.
Sabda nabi,
“Surga dikelilingi dengan hal-hal yang tidak disukai dan neraka itu dikelilingi dengan berbagai syahwat.”
Orang yang mengikuti nafsu dikhawatirkan akan lepas dari iman, sementara
dia tidak menyadarinya. Mengikuti nafsu bisa menutup pintu taufik bagi
manusia dan membuka pintu penyesalan.
Fudhail bin ‘Iyadh berkatam “Barangsiapa yang mengikuti nafsu dan menuruti syahwatnya maka terputuslah tali taufik dari dirinya.”
2. MEMANJAKAN NAFSU BERARTI MERUSAK AKAL DAN FIKIRANNYA DAN ITU BERARTI MENGKHIANATI ALLAH DALAM HAL PENGGUNAANA AKAL.
Mengikuti nafsu membuat hamba tidak bisa bangkit untuk mencapai syurga bersama-sama dengan orang yang berhasil mendapatkannya.
Muhammad bin Abdul Warad berkata, “Sesungguhnya Allah mempunyai satu
hari, siapa yang tunduk kepada nafsunya tidak akan bisa selamat dari
siksaan-Nya. Di antara orang-orang yang jatuh dan tidak bisa bangkit
pada hari kiamat ialah orang yang tunduk kepada nafsunya.”
3. MENYADARI BAHWA DENGAN MENENTANG NAFSU AKAN MENGHASILKAN KEKUATAN TUBUH, HATI DAN LIDAH MANUSIA.
Orang salaf berkata, “Orang yang mampu mengalahkan hawa nafsunya lebih kuat daripada orang yang mampu menaklukkan sebuah kota sendirian.” Orang yang paling ksatria adalah yang paling keras menentang hawa nafsunya.
Muawiyah berkata, “Sifat ksatria ialah yang meninggalkan syahwat dan
menentang hawa nafsu. Mengikuti hawa nafsu berarti mengurangi sifat
ksatria.” Memerangi nafsu lebih hebat dan lebih berat daripada memerangi orang-orang kafir.
Menentang nafsu bisa menyelamatkan penyakit hati dan badan sedangkan
mengikutinya akan mendatangkan penyakit hati dan badan. Semua penyakit
hati berasal dari mengikuti nafsu. Jika kita meneliti berbagai penyakit
badan maka sebagian beasr berasal dari memperturutkan hawa nafsu.
4.
MENYADARI BAHWA TIDAK ADA SATUPUN HARI YANG BERLALU MELAINKAN NAFSU DAN
AKAN SALING BERGELUT DI DALAM DIRI ORANG YANG BESANGKUTAN.
Mana yang dapat mengalahkan rivalnya, maka dia akan mengusirnya dan menguasainya. Abu Darda r.a. berkata, “Jika
pada diri seseorang berkumpul nafsu dan amal, lalu amalnya mengikuti
nafsunya, maka hari yang dilaluinya adalah hari yang buruk. Jika
nafsunya mengikuti amalnya, maka harinya adalah hari yang baik.”
5.
MENYADARI BAHWA DIA DICIPTAKAN BUKAN UNTUK KEPENTINGAN NAFSU, TETAPI
UNTUK SESUATU URUSAN YANG BESAR YANG TIDAK BIsa DICAPAI KECUALI DENGAN
MENENTANGNYA.
Tidak boleh baginya memilih bahwa hewan lebih baik daripada
dirinya. Dengan tabiatnya saja hewan bias membedakan mana yang
membahayakan dan mana yang menyelamatkan, lalu ia memilih yang
bermanfaat baginya dan meninggalkan yang berbahaya. Manusia diberi akal
dalam masalah ini. Jika dia tidak bisa membedakan mana yang dapat
membahayakan dan mana yang bermanfaat baginya, atau mengetahui tapi
justru memlih yang berbahaya, berarti keadaan hewan lebih baik dari
keadaannya.
Sesungguhnya Allah menjadikan kesalahan dan mengikuti
nafsu sebagai dua hal yang berdampingan dan menjadikan kebenaran dan
menentang nafsu sebagai dua hal yang berdampingan sebagaimana dikatakan
oleh sebagian salaf, “jika ada masalah yang rumit engkau pecahkan,
engkau tidak tahu mana yang benar, maka tinggalkanlah yang lebih dekat
kepada nafsumu, karena sesuatu yang dekat dengan kesalahan ialah yang
mengikuti hawa nafsu.”
6. MEMILIKI HASRAT YANG KUAT UNTUK MELAWAN HAWA NAFSUNYA SEHINGGA
TIMBUL KECEMBURUAN YANG AMAT SANGAT TERHADAP DIRINYA SENDIRI JIKA
MELAKUKAN KEMAKSIATAN.
Membalutnya dengan kesabaran dalam
menghadapi kepahitan yang akan dihadapi ketika melawan hawa nafsunya
sendiri. Membekalinya dengan kekuatan jiwa yang bisa mendorongnya untuk
mereguk kesabaran itu, sebab semua bentuk keberanian merupakan kesabaran
sekalipun hanya sesaat dan sebaik-baik hidup adalah jika seseorang
mengetahui hidup itu dengan kesabarannya.
7. MELIBATKAN
HATI DALAM MEMPERTIMBANGKAN AKIBAT NAFSU, SEHINGGA DIA BISA MENGETAHUI
SEBERAPA BANYAK NAFSU ITU MELOLOSKAN KETAATAN DAN BERAPA BANYAK NAFSU
ITU MENDATANGKAN KEHINAAN.
Berapa banyak satu suapan yang menghalangi beberapa suapan.
Berapa banyak sedikit kenikmatan yang menghilangkan beberapa kenikmatan.
Berapa banyak sedikit syahwat yang menghancurkan kehormatan,
menundukkan kepala, menciptakan kenangan yang buruk, mengakibatkan
celaan dan aib yang tidak bisa dicuci dengan air sementara mata orang
yang menuruti hawa nafsu adalah mata orang yang buta.
8.
MEMIKIRKAN APA YANG DITUNTUT OLEH JIWANYA, LALU BERKATA KEPADA AKAL DAN
AGAMANYA, YANG NANTINYA AKAN MENGABARKAN BAHWA APA YANG DITUNTUT ITU
TIDAK ADA ARTINYA APA-APA.
Abdullan bin Mas’ud berkata, “Jika salah seorang diantara kalian tertarik kepada seorang wanita, maka hendaklah dia mengingat-ingat keburukannya.”
Mempertimbangkan kelanjutan yang baik dan kesembuhan yang terjadi di
kemudian hari dan sebaliknya mempertimbangkan penderitaan yang semakin
menjadi-jadi sebagai akibat menuruti kenikmatan hawa nafsu yang semu.
9.
MENGHINAKAN DIRI SENDIRI KETIKA TUNDUK KEPADA HAWA NAFSU, SEBAB
TIDAKLAH SESEORANG MENURUTI HAWA NAFSUNYA MELAINKAN PASTI AKAN
MENDAPATKAN KEHINAAN PADA DIRINYA.
Jangan tertipu kehebatan dan kesombongan orang-orang yang
mengikuti nafsunya, padahal dilihat dari batinnya, mereka adalah
orang-orang yang paling hina dina. Orang seperti itu memadukan antara
kesombongan dengan kehinaan.
10. KEBANGGAAN DAPAT MENUNDUKKAN DAN MENAKLUKKAN MUSUHNYA.
Allah suka jika hamba-Nya berani menghadapi musuhnya sebagaimana firman-nya,
“Dan
mereka tidak menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah
orang-orang kafir dan tidak menimpakan suatu bencana kepada musuh
melainkan dituliskan bagi mereka dengan demikian itu sebagai amal
sholeh.”
(At-Taubah: 120).
Di antara tanda cinta yang tulus ialah melibas musuh kekasihnya dan
mengalahkannya. Jika kita mencintai Allah maka kewajiban kita untuk
mengalahkan musuh. Allah.
Maroji’: Rauah Al-Muhibbin wa Nuhzhah Al-Musytaqin, Ibnul Qoyyim Al-Jauziyah, Darul Falah 1419 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar