Seringkali kita mendengar ceramah atau tulisan yang tersebar di buku
atau internet, bahwa ilmu tasawuf itu tidak ada dalam Islam. Sesuatu
yang tidak ada dalam Islam artinya bid’ah, karena termasuk sesuatu yang
diada-adakan. Dan pelaku bid’ah akan masuk neraka. Maka tasawuf itu
adalah sesat dan menyesatkan.
benarkah klaim sesat itu? Tidak ada yang baru sebenarnya dalam prinsip-prinsip yang dipelajari
dalam tasawuf. Karena sesungguhnya, di zaman nabi pun tasawuf , fiqih,
tauhid diajarkan dan dipraktekkan secara serempak. Klasifikasi ilmu-ilmu
Islam tersebut barulah ada setelah jauh nabi Muhammad wafat.
Tasawuf lebih menfokuskan praktek Islam secara batiniah yaitu bagaimana
mendekatkan diri kepada Allah secara ikhlas tanpa pretensi apapun
kecuali kecintaan kepada sang Pencipta. Dan juga bagaimana kita bisa
merdeka dari penyakit-penyakit hati seperti sombong, iri, dengki, kikir,
dan ghibah. Karena semua penyakit itu akan berpotensi menjadi
penghalang atau hijab antara manusia dengan Allah Swt. Sedangkan ilmu
Fiqih menfokuskan diri bagaimana Islam diterapkan secara lahiriah. Bisa
dikatakan semacam juklak atau petunjuk pelaksanaan bagaimana umat Islam
menjalankan sholat, puasa, zakat, haji, mengubur jenasah, menikah,
menghitung waris dan lain-lain. Jadi Fiqih dan tasawuf pada hakekatnya
adalah ilmu lahir dan ilmu batin. Keduanya saling melengkapi, dan tidak
bisa dipisahkan. Makanya tidak heran jika para ulama madzab pun semuanya
bertarekat dan mempunyai guru tasawuf ( murshid ) yang jelas
silsilahnya.
IMAM ABU HANIFAH ( HANAFI ) (85 H -150 H)
(Nu’man bin Tsabit - Ulama besar pendiri mazhab Hanafi)
Beliau adalah murid dari Ahli Silsilah Tarekat Naqsyabandi yaitu Imam
Jafar as Shadiq ra . Berkaitan dengan hal ini, Jalaluddin as Suyuthi
didalam kitab Durr al Mantsur, meriwayatkan bahwa Imam Abu Hanifah
berkata, “Jika tidak karena dua tahun, aku telah celaka. Karena dua
tahun saya bersama Sayyidina Imam Jafar as Shadiq, maka saya mendapatkan
ilmu spiritual yang membuat saya lebih mengetahui jalan yang benar”.
IMAM MALIKI
(Malik bin Anas - Ulama besar pendiri mazhab Maliki) juga murid Imam
Jafar as Shadiq ra, mengungkapkan pernyataannya yang mendukung terhadap
ilmu tasawuf sebagai berikut :
“Man tasawaffa wa lam yatafaqa faqad tazandaqa,
wa man tafaqaha wa lam yatasawaf faqad tafasaq, wa man tasawaffa wa
taraqaha faqad tahaqaq”.
Yang artinya : “Barangsiapa mempelajari/mengamalkan
tasawuf tanpa fiqih maka dia telah zindik, dan barangsiapa mempelajari
fiqih tanpa tasawuf dia tersesat, dan siapa yang mempelari tasawuf
dengan disertai fiqih dia meraih Kebenaran dan Realitas dalam Islam.”
(’Ali al-Adawi dalam kitab Ulama fiqih, juz 2, hal. 195 yang
meriwayatkan dari Imam Abul Hasan).
IMAM SYAFI’I (Muhammad bin Idris, 150-205 H)
Ulama besar pendiri mazhab Syafi’i berkata, “Saya berkumpul bersama orang-orang sufi dan menerima 3 ilmu:
1. Mereka mengajariku bagaimana berbicara
2. Mereka mengajariku bagaimana memperlakukan orang lain dengan kasih sayang dan kelembutan hati
3. Mereka membimbingku ke dalam jalan tasawuf.”
(Riwayat dari kitab Kasyf al-Khafa dan Muzid al Albas, Imam ‘Ajluni, juz 1, hal. 341)
IMAM AHMAD BIN HANBAL (164-241 H)
Ulama besar pendiri mazhab Hanbali berkata, “Anakku,
kamu harus duduk bersama orang-orang sufi, karena mereka adalah mata air
ilmu dan mereka selalu mengingat Allah dalam hati mereka. Mereka adalah
orang-orang zuhud yang memiliki kekuatan spiritual yang tertinggi. Aku
tidak melihat orang yang lebih baik dari mereka” (Ghiza al Albab, juz 1,
hal. 120 ; Tanwir al Qulub, hal. 405, Syaikh Amin al Kurdi)
Demikian sedikit tulisan tentang catatan bahwa para
ulama panutan kita pun belajar tasawuf dan menekankan betapa pentingnya
belajar tasawuf sehingga ibadah yang dijalankan oleh umat Islam tidak
kering dari ruh yang menghidupkan ibadah. Sehingga pada prakteknya
ibadah tidak berhenti pada gerakan badan, tapi berlanjut dengan gerak
batin yang selalu ingat kepada Allah Swt kapan dan di mana pun.
Terakhir, jika para ulama madzab pun mengakui dan mempelajari tasawuf,
akankah para pengkritik tasawuf yang menghakimi dengan kesesatan dan
bid’ah, akan mengatakan bahwa ke empat ulama madzab tersebut sesat ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar